BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW,
perjuangan Rasulullah SAW diteruskan oleh khulafâ’ al-râsyidîn, yaitu
Abu Bakar al-Shiddîq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Alasan disebut dengan khulafâ’ al-râsyidîn adalah dikarenakan
kata khulâfâ’ berasal dari khalîfah yang berarti pengganti.
Sedangkan râsyidûn adalah yang mendapatkan petunjuk. Jadi khulafâ’
al-râsyidîn adalah khalifah-kahlifah (pengganti-pengganti) Rasulullah SAW
yang berarti mendapat bimbingan yang benar, karena mereka melakasanakan tugas
sebagai pengganti Rasulullah SAW menjadi kepala negara Madinah dan sebagai
pembantu rakyat dan wakil pelaksana mereka dalam mengelola negara.
Dalam meneruskan perjuanggan Rasulullah
SAW, khulafâ’ al-râsyidîn telah melakukan banyak sekali kebijakan untuk
membangkitkan perjuangan Islam. Salah satunya adalah peradilan (yudisial). Ini dikarenakan peradilan adalah
sangat penting bagi pembangunan umat Islam itu sendiri, melihat Nabi yang
mendapatkan wahyu dari Allah SWT sudah tidak ada lagi. Maka dari itu, konsep
peradilan khulafâ’ al-râsyidîn sangatlah penting dalam sejarah
pembentukan ‘Peradilan Islam’.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana peradilan pada massa Abu Bakar Ash Shiddiq ?
2. Bagaimana peradilan pada massa Umar Bin Khattab ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
peradilan pada massa Abu Bakar Ash Shiddiq
2. Untuk
mengetahui peradilan pada massa Umar Bin
Khattab
BAB II
Pembahasan
A. Peradilan pada massa Abu Bakar Ash Shiddiq
1.1 Biografi Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar adalah khalifah
pertama pengganti Nabi Muhammad SAW. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ustman bin
amir bin ka’ab bin sa’ad bin taim bin murrah bin ka’ab bin lu’ai bin ghalib bin
fihr al-Quraisy at-Tamimi[1]. Beliau
lahir pada tahun 51 H/573 M dikota Mekkah setelah Alfail dua tahun
enam bulan. Beliau berasal dari keluarga
bangsawan Quraisy kaya dan merupakan pemeluk agama Islam ke dua setelah istri
nabi Muhammad SAW yaitu Siti Khadijah dan beliau tidak pernah minum khamar pada
zaman jahiliyah.
Abu Bakar adalah salah
termasuk orang yang pertama kali masuk Islam. Ada beberapa orang yang masuk
pertama kali masuk Islam, atau dikenal engan sebutan As-Sabiqun al-Awwalun
(Arab: السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ), yang mana terdiri
dari beberapa golongan, yaitu[2] :
o Abu Bakar à dari
golongan lelaki merdeka.
o Khadijah à dari
golongan wanita.
o Ali Bin Abi Thalib à
dari golongan anak-anak
·
Zaid bin Haritsah à
dari golongan budak.
Abu Bakar menjadi sahabat Nabi yang sangat setia dan
dikenal sebagai tokoh yang jujur, lurus, dan sangat dipercaya. Oleh karena itu
beliau mendapat gelar “As Shiddiq” (yang dipercaya). Ketika hijrah
ke Madinah, Abu Bakar setia sekali menemani Nabi saw, termasuk ketika
bersembunyi di Gua Tsur. Ketika Nabi saw udzur, beliau ditunjuk oleh menjadi
imam shalat. Beliau diridhoi oleh kaum muslimin menjadi khalifah setelah
wafatnya Rasulullah, lalu beliau memerangi orang-orang murtad dan tidak
membayar zakat, kemudian beliau menempatkan islam di jazirah arab, mengirimkan
para tentara untuk menaklukkan kota Irak dan Syam.
Abu Bakar, setelah wafatnya rasulullah
terpilih menjadi pemimpin setelah sejumlah tokoh Muhajirin dan Ansar berkumpul
di balai kota bani Sa’idah untuk bermusayawarah tentang tokoh yang akan menjadi
pemimpin setelah wafatnya nabi Muhammad SAW. Setelah itu Abu Bakar di baiat
menjadi khalifah. Pada awal perjuangan Islam, Abu Bakar sering mendermakan
hartanya untuk kaum muslimin yang miskin dan untuk membebaskan budak yang disiksa
oleh majikannya karena memeluk agama Islam, seperti Bilal. Beliau wafat dikota
Madinah pada tahun 13 H/ 634 M dan dimakamkan disamping Rasullah saw[3].
1.2. Sumber hukum peradilan islam pada masa Abu
Bakar
Cara Abu Bakar
menghukumi sesuatu permasalahan adalah seperti apa yang dilakukan Rasulullah
SAW sebelumnya. Apabila abu bakar menghadapi suatu perkara dan apabila datang
sesuatu pengaduan kepadanya, memerhatikan kandungan al-Qur’an. Jika ada hukum
di dalam Al-Qur’an tentang perkara yang telah timbul itu, beliau pun
menghukumkan perkara itu dengan ketetapan yang ada dalam al-Qur’an. Jika tidak
mendapatkan hukumnya dalam al-Qur’an, beliau memperhatikan sunnah yang beliau
telah mengetahuinya. Jika beliau memperoleh sunnah dalam perkara itu, beliau
pun memutuskannya menurut ketetapan sunnah. Apabila tidak juga beliau dapati
sesuatu ketetapan dalam sunnah, beliau menanyakan hadis-hadis nabi tentang
perkara itu kepada para sahabat, lalu beliau memutuskan perkara menurut hadis
yang beliau dapati dari seseorang yang dipercaya. Jika tidak ada sesuatu hadis
yang dapat diriwayatkan kepadanya sesudah beliau menanyakan kesana kemari,
beliau mengumpulkan ahli-ahli ilmu dan orang-orang yang terkemuka dari para
sahabat untuk berembuk dan berunding. Apa yang telah disepakati oleh ahli
perundingan itu, beliau mempergunakan untuk menetapkan hukum dan menyelesaikan
serta memutuskan pertikaian. Kalau memang masalah tersebut berhubungan langsung
dengan hukum masyarakat. Beliau akan berijtihad secara sendiri (`ijtihâd
fardî) bagi masalah-masalah yang berhubungan dengan
perserorangan[4]
Walaupun Rasulullah SAW
menetapkan kebolehan melakukan ijtihad dengan pemikiran rasional seseorang dan
qiyas, Khalifah Abu Bakar RA enggan memakainya kecuali sedikit saja. Ini
dikarenakan beliau takut terjadi kesalahan di dalam hukum, sehingga beliau
tidak menggalakkan seseorang untuk memberi fatwa kepada orang lain yang berasal
dari ketidak-tahuan. Beliau malah pernah berkata ketika berfatwa dengan memakai
pemikirannya dan qiyas: “Ini adalah pendapatku, apabila ia adalah benar, maka
ia adalah dari Allah, apabila ia adalah salah, maka ia datang dariku. Aku
memohon ampun kepada allah”.
1.3. . Hakim-hakim pada masa Abu Bakar
Abu bakar telah menetapkan para hakim yang
telah ditentukan oleh Rasulullah saw, kami akan menghitung para hakim
pada masa Abu Bakar ra, diantaranya[5]
a)
Umar bin
Khattab, yang telah diangkat sebagai qadhi dikota Madinah.
b)
Uttab bin
Usaid, yang telah diangkat oleh Nabi saw dikota Mekkah setelah menaklukkannya,
lalu ditetapkan sebagai qadhi juga oleh Abu Bakar dikota tersebut.
c)
Usman bin Abil
Ashi, sebagai hakim dikota Tha’if.
d)
Abu Musa
al-Asy’ari, sebagai hakim di Zubaid dan Rammi’ (والي
زبيد ورمع) dari tanah Yaman.
e)
Mu’ad bin
Jabal, sebagai hakim di Janad dari tanah Yaman dan sebagai qadhi pada masa
Nabi.
f)
Al-Muhajir bin
Abi Umayyah, sebagai hakim di Sun’a’ (والي صنعاء)
dan telah menaklukkan setelah keluarganya murtad.
g)
Al-Ala’ bin
Al-Hadhromi, sebagai hakim di Bahrain serta pernah ditunjuk olen Rasulullah.
h)
Ziyad bin
Lubaid, sebagai hakim di Hadhromaut dan pemimpin untuk memerangi orang murtad
di Yaman.
i)
Ya’la bin
Umayyah, sebagai hakim di Khawlan dari tanah Yaman.
j)
Jarir bin
Abdullah Al-Bajali, sebagai hakim di Najran.
k)
Abdullah bin
Tsaur, sebagai hakim di Juras (berlawanan dari kota Yaman yang berarahan kota
Mekkah.
l) Iyyad bin Ghanam
Al-Fihri, sebagai hakim di Dumatil Jandal
1.4. Kasus-kasus
peradilan islam pada masa Abu Bakar
Ada beberapa
keputusan pada masa Abu Bakar, sebagian terjadi di Madinah, Mekkah dan
kota-kota yang lain. Di antaranya[6]
1)
Keputusan
Qishas
Ali
bin Majah berkata: saya telah membunuh seorang laki-laki dan telah memotong
sebagian telinganya, lalu dia melaporkan perkaranya kepada Abu Bakar,
kemudian Abu Bakar berkata pada Umar: “lihatlah apakah dia telah melakukan itu”
lalu umar menjawab: iya, saya wajib dicantuk, ketika tukang cantuk berkata,
maka Abu Bakar berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “saya telah
memberi pelayan pada saudariku, saya harap pelayan ini dapat memberi keuntungan
dan saya telah melarang kepada saudariku untuk menjadikan “Hujjaman, Qasshoban,
atau pembuat”.
2)
Keputusan
nafakahnya orang tua kepada anaknya
Baihaqi meriwayatkan dari Qais bin Hazam berkata: “saya telah mendatangi
Abu Bakar, tiba-tiba ada seorang laki-laki bertanya kepadanya: orang ini ingin
mengambil semua hartaku, lalu Abu Bakar menjawab: kamu telah memiliki sesuatu
yang dapat mencukupimu dari hartanya, lalu laki-laki bertanya: ya
khalifah, apakah Rasulullah tidak bersabda: kamu dan sesuatu milikmu
adalah untuk bapakmu? Lalu Abu Bakar menjawab: ridhoilah apa yang di ridhoi
oleh Allah swt, yakni nafakah.
3)
Keputusan
ketahanan yang disyari’atkan(الدفاع المشروع)
Bukari meriwatkan dari ibnu Ubay Mulaykah bahwa “seorang laki-laki telah
menggigit tangan orang lain, lalu dia mengganjilkan gigi serinya, maka Abu
Bakar telah menyia-nyiakannya.
4)
Keputusan hukum
jilid
Imam Malik meriwayatkan dari nafi’ bahwa: “Abu Bakar kedatangan seorang
lelaki yang telah menjimak seorang janda budak lalu hamil, kemudian dia mengakui
telah berzina tetapi bukan muhsan, maka Abu Bakar memerintahkan untuk di
Had/Jilid lalu diasingkan kenegara yang lain.
A. Peradilan pada massa Umar bin khattab
2.1 Biografi Umar bin khattab
Nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail
bin Abdul Uzza, dilahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku
Quraisy[7]. Ayahnya
bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti
Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang
berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil. Umar bin
Khattab, sebelum masuk agama Islam selalu memusuhi Nabi Muhammad saw. Tetapi
setelah memeluk agama Islam, ia menjadi sahabat Rasulullah saw dan bahkan
terpilih sebagai khalifah ke dua setelah Abu Bakar As-Shiddiq.
Umar merupakan
seorang mujtahid dari salah satu sahabat dan orang yang dipastikan masuk surga,
orang yang membukukan tanggal hijriyah, orang membentuk Baitu Mal untuk
muslimin, orang yang memerintahkan membangun kota Kufah dan Bashroh, serta
orang yang menjadi qadhi pada zaman Nabi saw. Beliau lahir dikota Mekkah pada
tahun 40 H/ 584 M, pada masa jahiliyah beilau terpandang mulia dan
mempunyai martabat tinggi, Sejak menjadi pemuda, Umar
dikenal sebagai orang yang pemberani. Saat Umar masuk Islam, banyak keluarganya
dan tokoh-tokoh Arab lain yang masuk Islam. Sehingga jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan dakwah Islam tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi disiarkan secara terang-terangan. Ketegasan dan keberanian
Umar merupakan kekuatan besar dalam pengembangan Islam. Sebelum Umar masuk Islam,
Umar adalah musuh Nabi saw dan para pengikutnya.
Ketika mengetahui bahwa adiknya yaitu bernama Fatimah dan suaminya memeluk
Islam, Umar sangat kesal dan segera mendatangi adiknya dengan penuh emosi
memukul Fatimah beserta suaminya yaitu pada saat Fatimah membaca Al Qur’an.
Namun sesaat kemudian Umar melihat lembaran bertuliskan ayat Al Qur’an . Ketika
membacanya perasaannya menjadi tenang dan damai. Timbullah keinginan yang kuat
dalam dirinya untuk menemui Rasulullah saw dan akhirnya Umar pun
memeluk agama Islam. Umar masuk Islam ketika berumur 27 tahun.
Umar sebagai
khalifah membuat kebijakan dalam pemerintahan . Beliau melakukan ekspansi
besar-besaran sehingga periodenya dikenal dengan nama futuhat al islamiyyah
artinya perluasan wilayah Islam. Dan pembagian propinsi
Islam. Beliau juga membentuk badan-badan pemerintahan dan membuat
prinsip-prinsip peradilan. Umar juga dikenal sebagai sahabat nabi yang berani melakukan ijtihad atau pemikiran. Pada saat Rasulullah masih hidup dan para sahabatnya,
sangat kagum kepada Umar. Nabi Muhammad memberinya gelar Al Faruq yang berarti
pembeda atau pemisah. Maksudnya, Allah SWT telah memisahkan dalam diri Umar
antara yang hak dan yang bathil. Umar sebagai pemimpin yang ideal sehingga membuat iri musuh-musuhnya. Pada
hari Sabtu tanggal 26 Zulhijah 23 H, Umar ditikam Abu Lu’luah hingga wafat saat
hendak shalat Subuh. Umar meninggal di usia 63 tahun dan menjabat sebagai
khalifah selama 10 tahun 6 bulan 8 hari.
2.2 Sumber hukum
peradilan islam pada masa Umar Bin khattab
Para hakim pada masa
umar merujuk kepada al-Qur’an. Jika tidak mendapati hukum al-Qur’an, mereka
mencarinya dalam sunnah. Tapi jika mereka tidak mendapatkan sesuatu didalamnya,
mereka bertanya kepada fuqaha’ mujtahidin, apakah di antara mereka terdapat
orang yang mengerti sesuatu dalam sunnah mengenai perkara yang dihadapi. Jika
didapatkan, mereka berpedoman dengan apa yang dikatakan orang yang
mengetahuinya tersebut setelah dilakukan upaya penguatan. Jika tidak
didapatkan, mereka berijtihad secara kolektif tentang topik permasalahan
terdapat hubungan dengan prinsip-prinsip dasar jama’ah dan berijtihad secara
individu dalam masalah-masalah sektoral yang khusus dengan individu.
Semua keputusan pada
masa Khulafa al-Rasydin bersumber pada masa Rasulullah saw, yakni Al-Qur’an,
As-Sunnah, Ijtihad. Akan tetapi yang yang nampak pada masa ini terdapat dua
perkara[8]
1) Pengembangan
arti ijtihad dan pengamalannya, maka hal ini bisa diperkaya dengan cara
musyawarah, syuro, ijma’, ra’yu, dan qiyas.
2) Tampaknya
sumber-sumber yang baru yang tidak ada pada masa kenabian, yaitu putusan yang
masa lalu yang bersumber dari ulama’ salafus shalih (sahabat, tabi’in)
pada masa khalifah ke khalifah yang lain.
Jadi semua keputusaan pada masa
Khulafa al-Rasydin bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijtihad, Ijma’, Qiyas
dan keputusan-keputusan masa lampau.
2.3 Hakim-hakim
pada masa Umar Bin Khattab
Kedaulatan islam telah tersebar pada masa Umar
dan beberapa penaklukkan kota dan negara. Umar telah menentukan beberapa
penguasa dan qadhi di wilayah itu dan sebagian qadhi di kota Madinah. Umar
pernah memutuskan langsung sebuah kasus yang berurusan dengan ke khilafaan.
Oleh karena itu, banyak sekali para qadhi dan penguasa pada masa Umar ra dan
luas sekali perjalanan untuk melakukan peradilan/keputusan.
Qadhi-qadhi yang paling penting pada masa Umar
bin Khattab[9]
1)
Ali bin Abi
Thalib, sebagai qadhi yang terkenal dikota Madinah sehingga Umar berulang kali
mengungkapkan “قضية ولا أباالحسن لها”.
2)
Zaid bin
Tsabit, sebagai qadhi untuk membagikan rezekinya, antara Umar dan Ubay terjadi
persengketaan maka keduanya menjadikan Zaid bin Tsabit sebagai qadhi, Umar
berkata kepadanya: “dirumahnya memberikan sebuah hukum”.
3)
Yazid bin Said
yang terkenal dengan sebutan Yazid bin Ukhtil Namar, sebagai qadhi di Madinah
dalam urusan yang kecil.
Ketiga di atas memutuskan sebuah perkara di
Madinah, akan tetapi kadang-kadang Umar sendiri memutuskan dan meminta pendapat
dari mereka serta menolak persengketaan dari mereka.
4)
Abdullah bin
Mas’ud, yang telah diutus oleh umar sebagai qadhi di Kufah, sehingga As-Syi’bi
berkata: orang pertama kali menjadi qadhi di Kufah adalah Abdullah bin Mas’ud.
5)
Sulaiman bin
Rabi’ah, yang diangkat sebagai qadhi di Qadisiyah dan Kufah.
6)
Syarih bin
Haris Al-Kindi, yang diangkat sebagai qadhi di Kufah karena beliau memiliki
pandangan yang tajam dalam sebuah urusan.
7)
Jabar bin
Qas’am bin Yazid, yang diminta oleh Umar sebagai qadhi di Madain, telah
diriwayatkan orang yang pertama kali menjadi qadhi antara Ahlul Kufah adalah
Jabar.
8)
Abu Qirroh
Al-Kindi, yang diminta sebagai qadhi di Madain setelah Jabar bin Qas’am
dipecat.
9)
Iyas bin
Shabih, sebagai qadhi di Bashrah untuk masa yang lama. Kemudian beliau dipecat
karena masyarakat mengadu tentang kelemahannya.
10) Ka’ab bin Suwar
Al-Azdi, sebagai qadhi di Bashrah setelah Iyas bin Shabih dipecat sampai
terbunuhnya Umar.
11) Abdullah
bin Qais, Abu Musa Al-Asy’ari sebagai qadhi dan penguasa di Bashrah.
12) Qais bin
Abil Ash, sebagai qadhi di Mesir dan orang pertama kali menjadi qadhi.
13) Ubadah
bin Shamit, yang ditunjuk sebagai qadhi dan mu’allim di Syam dan orang pertama
kali menjadi qadhi di Palastine.
14) Nafi’ bin
Abdul Haris Al-Khaza’i sebagai penguasa di Mekkah.
15) Ya’la bin
Umayyah, Khulaif bani Naufal bin Abdi Manaf, sebagai penguasa di Shun’a’ (صنعاء) dan sebagai qadhi di Yaman.
16) Sufyan
bin Abdullah Al-Tsaqafi, sebagai hakim di Tha’if.
17) Mughirah
bin Syu’bah, sebagai penguasa di Kufah.
18) Mu’awiyyah
bin Abi Sufyan sebagai penguasa di Syam.
19) Usman bin
Abil Ash Al-Tsaqafi, sebagai penguasa di Bahrain.
20) ‘Amir bin
Sa’ad, sebagai penguasa kota Hamash.
21) Abdullah
bin Rabi’ah, sebagai penguasa di Janad.
22) Abu
Ubaidah ‘Amir bin Jarah.
23) Mu’ad bin
Jabal, sebagai qadhi di Syam.
24) Abu
Darda’, sebagai qadhi di Madinah.
25) Syufa’a
Al-Adawiyah seorang wanita yang ditunjuk sebagai wilayah hisbah di pasar.
26) Abdullah
bin Utbah bin Mas’ud Al-Hadzali.
27) Abu Idris
Al-Khaulani yang diserahkan sebagai wilayah Madzalim.
2.4 Kasus-kasus peradilan islam pada masa Umar Bin Khattab
Ada beberapa
keputusan pada masa Umar, karena memandang lamanya menjadi khalifah, perluasan
wilayah, banyaknya para qadhi. Diantaranya[10] :
a)
Memisah antara
suami/istri ketika akad sempurna dalam masa iddah.
Diriwayatkan dari Said bin Musayyab bahwa “Umar telah memisah antara
Thulaiha Al-Asadiyyah dan suaminya Rasyid As-Tsaqafi ketika mengawininya pada
masa iddah dari istri yang kedua, lalu Umar berkata: apakah boleh menikahi
seorang perempuan dalam keadaan iddah, jika suaminya mengawininya tidak
menjimak maka pisahlah antara keduanya, kemudian melaksanakan iddah dari suami
yang pertama, lalu lelaki lain yang melamarnya dan jika sudah dijimak, maka
pisahlah antara keduanya, lalu melaksanakan iddah dari suami yang pertama,
kemudian tidak boleh berkumpul selamanya”.
b)
Gugurnya Had
dengan syubhat pada tahun mujama’ah
Dicerikatan bahwa budak telah dituduh mencuri, lalu hal ini dilaporkan
pada Umar, kemudian Umar memerintahkan Katsir bin shalt untuk memotong kedua
tangannya, lalu Umar berkata:apakah kamu melihat kejadian mereka, lalu
berkata:demi Allah sungguh aku akan membayar kepadamu yang membuat kamu sulit,
lalu berkata pada Muzanni: berapa harganya? Muzanni menjawab: demi Allah, aku
telah mencegahnya empat ratus dirham, lalu Umar berkata: berilah delapan ratus
dirham, kemudian umar tidak memotongnya pada tahun ini.
c)
Persekutuan
dalam pembunuhan
Diceritakan bahwa: seorang lelaki berlomba-lomba setiap tahunnya untuk
kembali melaksanakan haji, ketika dia datang menjumpai seorang tujuh lelaki
meminum khamar, lalu mereka membunuhnya, kemudian Umar menulis surat: pukullah
semua lehernya mereka dan bunuhlah mereka, jika ahlul sun’a’ bersekutu membunuh
niscaya aku yang membunuhnya.
d)
Mengganti
barang yang rusak
Diceritakan bahwa Umar telah mengambil kuda dari seorang lelaki, lalu
membawanya dan membinasakan kuda, lalu seorang lelaki memusuhinya, kemudian
Umar berkata: jadikanlah antara aku dan kamu seorang lelaki, lalu lelaki
berkata: saya akan rela menemani antara aku dan kamu dan berkata: aku telah
mengambil yang bagus dan selamat atas saum, maka kamu harus
membalikkan yang bagus sebagaimana kamu mengambilnya, lalu Umar mngutus qadhi
seraya berkata: jika kamu tidak menemukan al-Qur’an maka lakukan as-Sunnah,
bila tidak menemui as-Sunnah maka berijtihadlah pendapatmu.
BAB III
Penutup
A. Peradilan pada massa Abu Bakar Ash Shiddiq
1.1 Biografi Abu Bakar Ash Shiddiq
1.2 Sumber hukum
peradilan islam pada masa Abu Bakar
1.3 Hakim hakim Pada Massa Abu Bakar
1.4 Kasus-kasus
peradilan islam pada masa Abu Bakar
B. Peradilan pada massa Umar bin khattab
2.1
Biografi Umar bin khattab
2.2
Sumber hukum peradilan islam pada masa Umar bin khattab
2.3
Hakim hakim Pada Massa Umar bin khattab
2.4
Kasus-kasus peradilan islam pada masa Umar bin khattab
Daftar Pustaka
Najjar, Abdul
Wahab, Khulafa al-Rasyidin, (Beirut: Dar al-Kutub al-Timiyah), 1990.
al-Zuhaylî, Wahbah. Tarikh
al-Qadlâ’ fî al-`Islâm, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1995). as-Sulaimi, Muhammad
bin Shamil. al-Bidayah wan
Nihayah.
sa’adah, nidaus, sejarah kebudayaan islam, ( mojokerto: CV.
Mutiara ilmu) 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar